Bahaya Timbal bagi Kesehatan
A. Pengertian Timbal
Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsure
merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam
kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui
proses alami. Apabila timbal terhirup atau tertelan oleh manusia
dan di dalam tubuh, ia akan beredar mengikuti aliran darah,
diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam
tulang dan gigi.
Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan.
Salah satu penyebab kehadiran timbale adalah pencemaran udara.
Yaitu akibat kegiatan transportasi darat yang menghasilkan bahan
pencemar seperti gas CO3, NOx, hidrokarbon, SO2,dan tetraethyl
lead, yang merupakan bahan logam timah hitam (timbal) yang
ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk
menurunkan nilai oktan.
Sumber pencemaran timbal
Timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar
bertimbal yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida
berbentuk debu/partikulat yang dapat terhirup oleh manusia.
Mobil berbahan bakar yang mengandung timbale melepaskan 95 persen
timbale yang mencemari udara di negara berkembang. Sedangkan dalam
air minum, timbal dapat berasal dari kontaminasi pipa, solder dan kran
air.
Kandungan timbal dalam air sebesar 15mg/l dianggap sebagai konsentrasi
yang aman untuk dikonsumsi. Dalam makanan, timbal berasal dari
kontaminasi kaleng makanan dan minuman dan solder yang
bertimbal. Kandungan timbale yang tinggi ditemukan dalam sayuran
terutama sayuran hijau.
B. Dampak dari timbal
KERACUNAN TIMBAL
Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di lingkungan
kehidupannya sehari- hari. Dilingkungan yang kadar logam beratnya
cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air dan udara dapat
menyebabkan keracunan.
Timbal (plumbum /Pb ) atau timah hitam adalah satu unsure logam
berat yang lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam
toksik lainnya. Kadarnya dalam lingkungan meningkat karena
penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri.
Timbal berupa serbuk berwarna abu-abu gelap digunakan antara
lain sebagai bahan produksi baterai dan amunisi, komponen
pembuatan cat , pabrik tetraethyl lead, pelindung radiasi, lapisan
pipa, pembungkus kabel, gelas keramik, barang-barang elektronik,
tube atau container, juga dalam proses mematri. Keracunan dapat
berasal dari timbal dalam mainan, debu ditempat latihan
menembak, pipa ledeng, pigmen pada cat, abu dan asap dari
pembakaran kayu yang dicat, limbah tukang emas, industry rumah,
baterai dan percetakan. Makanan dan minuman yang bersifat asam
seperti air tomat, air buah apel dan asinan dapat melarutkan
timbal yang terdapat pada lapisan mangkuk dan panci. Sehingga
makanan atau minuman yang terkontaminasi ini dapat menimbulkan
keracunan. Bagi kebanyakan orang, sumber utama asupan Pb adalah
makanan yang biasanya menyumbang 100 – 300 ug per hari Timbal
dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, pemaparan
maupun saluran pencernaan. Lebih kurang 90 % partikel timbale dalam
asap atau debu halus di udara dihisap melalui saluran pernafasan.
Penyerapan di usus mencapai 5 – 15 % pada orang dewasa. Pada anakanak
lebih tinggi yaitu 40 % dan akan menjadi lebih tinggi lagi apabila si
anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya. Laporan yang
dikeluarkan Poison Center Amerika Serikat menyatakan anak-anak merupakan
korban utama ketoksikan timbal; dengan 49 % dari kasus yang dilaporkan
terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 6 tahun. Yang lebih
menghawatirkan adalah efeknya terhadap kecerdasan (IQ) anak – anak,
sehingga menurunkan prestasi belajar mereka, walaupun kadar timbal di
dalam darah mereka tidak dianggap toksik.
Timbal (Plumbum) beracun baik dalam bentuk logam maupun garamnya.
Garamnya yang beracun adalah : timbal karbonat ( timbal putih ); timbale
tetraoksida ( timbal merah ); timbal monoksida; timbal sulfida; timbale
asetat ( merupakan penyebab keracunan yang paling sering terjadi ). Ada
beberapa bentuk keracunan timbal, yaitu keracunan akut, subakut dan
kronis. Nilai ambang toksisitas timbal ( total limit values atau TLV )
adalah 0,2 miligram/m3 .
Keracunan akut
Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak
sengaja yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala
keracunan akut mulai timbul 30 menit setelah meminum racun. Berat
ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya. Keracunan
biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam
atau inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa
logam disertai rasa terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul
ialah mual, muntah dengan muntahan yang berwarna putih seperti susu
karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah berlapis dan
nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru
yang merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas
Hidrogn Sulfida. Tinja penderita berwarna hitam karena mengandung Pb
Sulfida, dapat disertai diare atau konstipasi. Sistem syaraf pusat juga
dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa kebas dan vertigo.
Gejala yang berat mencakup paralysis beberapa kelompok otot sehingga
menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan
kaki terkulai (foot drop).
Keracunan subakut
Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun
dalam dosis kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala
pada sistem syaraf yang lebih menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot,
vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan ini kemudian akan
diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi penampilan
yang gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan
system pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah.
Dosis fatal : 20 – 30 gram. Periode fatal : 1-3 hari.
Keracunan kronis
Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan
keracunan akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para
pekerja yang terpapar timbal dalam bentuk garam pada berbagai industri,
karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit industri. seperti
penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat
huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang
pipa gas. Bahaya dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15
mikrogram/m3 , atau 0,007 mikrogram/m3 bila sebagai aerosol. Keracunan
kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang dialirkan
melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan
Ghee (sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal.
Keracunan kronis dapat mempengaruhi system syaraf dan ginjal, sehingga
menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas, menghambat
pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul
kemudian.
Gejala gejala
Secara umum gejala keracunan timbal terlihat pada system pencernaan
berupa muntah – muntah, nyeri kolik abdomen, rasa logam dan garis biru
pada gusi, konstipasi kronis. Pada sistem syaraf pusat berupa kelumpuhan
( wrist drop, foot drop, biasanya terdapat pada pria dewasa). Sistem
sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan ensefalopati sering
ditemukan pada anak-anak. Gejala keracunan ini pada sistem jantung dan
peredaran darah berupa anemia, basofilia pungtata, retikulosis,
berkurangnya trombosit dan sel polimorfonuklear, hipertensi dan
nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ). Gejala pada bagian
kandungan dan kebidanan berupa gangguan menstruasi, bahkan dapat terjadi
abortus. Diagnosis dapat dilakukan melalui pemeriksaan urine (jumlah
koproporfirin III meningkat ). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan
yang paling dianjurkan sebagai screening test pada keracunan timbal.
Kadar timbal dalam urin juga bisa membantu menegakkan diagnosis, ketika
kadarnya diatas 0,2 mikrogram /liter, dianggap sudah cukup bermakna
untuk diagnosis keracunan timbal.
Pemeriksaan sinar-x pada anak-anak untuk melihat garis yang radio-opak
pada metafisis tulang-tulang panjang bisa digunakan untuk menegakkan
diagnosis keracunan timbal.
C. Penanggulangan Keracunan Timbal
Pertolongan pertama
Jika menemukan gejala-gejala keracunan timbal, masyarakat dapat memberi
pertolongan pertama untuk sedapat mungkin menekan risiko dan dampaknya
pada penderita. Untuk keracunan akut melalui saluran pencernaan
misalnya, pasien sebaiknya segera dipindahkan agar tidak terpapar lagi
dengan timbal. Bilas mulutnya dan berikan rangsangan untuk muntah (
untuk penderita yang sadar). Rujuklah segera ke bagian perawatan medis.
Kasus-kasus keracunan kronis dapat ditekan dengan berbagai cara dengan
merujuk factor-faktor yang memungkinkan terjadinya keracunan tersebut.
Misalnya, mengurangi kadar timbal dalam bensin untuk mengurangi
pemaparan timbal melalui pernafasan. Dengan demikian dapat diharapkan
terjadi penurunan kadar timbal dalam darah manusia. Keracunan yang biasa
terjadi karena tumpahan timbal di lingkungan industri – industri besar
dapat dihindari dengan membersihkan tumpahan
dengan hati-hati ( untuk tumpahan sedikit), atau dilakukan secara landfills (untuk tumpahan yang banyak ).
Upaya pencegahan
Berbagai upaya dan tindakan pengamanan perlu dilakukan dalam rangka
mencegah dan mengurangi pencemaran Pb, baik yang berasal dari hasil
pembakaran mesin mobil/motor maupun hasil industri atau dari
makanan/minuman yang tercemar Pb. Upaya-upaya tersebut di antaranya
adalah :
1. Melalui tes medis (misal tes kandungan Pb dalam darah), terutama bagi seseorang/pekerja yang terpapar Pb.
2. Selalu mewaspadai terhadap pencemaran Pb dengan
menghindari atau tidak berada lama di tempat-tempat yang udaranya
terkena polusi gas buangan kendaraan maupun industri, khususnya bagi
anak-anak dan ibu hamil.
3. Mengontrol lingkungan sebagai tempat beradanya
unsur Pb bebas di udara, dan penggunaan bensin tanpa Pb merupakan salah
satu alternatif yang perlu segera direalisasikan.
4. Memberikan informasi/penyuluhan tentang bahaya
cemaran Pb terhadap kesehatan kepada para pedagang makanan/minuman
jajanan dan harus selalu dalam keadaan tertutup rapat pada produk
dagangannya.
5. Menghindari penggunaan peralatan-peralatan dapur
atau tempat makanan/minuman yang diduga mengandung Pb (misalnya keramik
berglasur, wadah yang dipatri atau mengandung cat, dan lain-lain).
6. Pemantauan terhadap kadar Pb di udara maupun
dalam makanan/minuman secara berkesinambungan, dengan melibatkan
instansi yang terkait dan suatu lembaga-lembaga penelitian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar